Surat
al-Insyirah adalah
surah ke-94, termauk wahyu yang ke-12 yang diterima Nabi Muhammad Saw. Ia
turun sesudah surat ad-Duha dan sebelum al-‘Ashr. Ia terdiri dari 8 ayat.
Menjelang
turunnya surah ad-Dhuha, Rasulullah Saw sangat gelisah dan bimbang, karena lama
tidak mendapatkan wahyu lagi dari Allah. Sedangkan ketika turunnya surat ini,
kegelisahan dan kekhawatiran tersebut telah hilang. Beliau merasakan kelapangan
dada dan jiwa yang tenang. Oleh karena itu pada awal surat ini Allah
mengingatkan beliau tentang anugerah tersebut.
Isi
kandungan surat ini berkaitan dengan akhir surat sebelumnya, ad-Duha. Yaitu
perintah untuk menyampaikan dan menunjukkan nikmat-nikmat Allah kepada Nabi
Muhammad Saw. Diantara nikmat itu adalah wahyu yang selama ini telah beliau
terima. Dalam surat ini beliau diingatkan agar terus menyampaikan dakwahnya, walaupun penyampaian itu berat dan mendapat
penolakan oleh banyak manusia. Beliau tidak perlu khawatir dan berkecil hati,
karena Allah akan selalu bersama beliau.
Allah
tidak akan pernah
meninggalkan nabi-Nya. Buktinya adalah Dia
telah melapangkan dada (hati) beliau sehingga mendapatkan ketenangan.
Kelapangan dada inilah yang menyebabkan Nabi saw mampu menerima dan menemukan
kebenaran, hikmah dan kebijaksanaan. Serta dapat memberikan maaf atas kesalahan
dan gangguan dari orang lain.
Bukti
kedua, Allah telah menghilangkan beban berat yang harus beliau pikul.
Diantaranya adalah :
a.
wafatnya istri beliau, Khadijah ra. dan paman beliau, Abu Thalib
b.
beban berat saat menerima wahyu
c.
beban psikologis (mental) akibat keadaan umat yang beliau yakini berada dalam
jurang kebinasaan, tapi belum tahu jalan keluar yang tepat.
Menghadapi kondisi Nabi Saw yang seperti ini, Allah
kemudian menghibur beliau dengan berfirman : “Dan Kami tinggikan bagimu
sebutan (nama)mu”. Nama beliau disebut dalam dua kalimat syahadat dan
adzan. Disamping itu Allah juga memerintahkan kaum muslimin agar bershalawat
dan mentaati perintah beliau. Mentaati beliau juga berarti mentaati Allah,
sebagaimana firman-Nya :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ
تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ
تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
(59)
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman,
taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian
jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada
Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.”
(QS. An-Nisa [4] : 59)
Ini semua
Allah sebutkan untuk memompa semangat beliau. Allah juga mengingatkan bahwa
beliau adalah manusia paling mulia di hadapan-Nya. Sehingga tidak perlu
khawatir dan kecil hati. Serta tidak perlu untuk berputus asa, karena setiap
kesulitan pasti jalan keluarnya.
Selanjutnya,
Allah tunjukkan bukti kebenaran firman-Nya kepada beliau. yaitu keberhasilan
beliau dalam berdakwah di masa-masa awal. Pada awalnya beliau sendirian,
ditantang dan dianiaya oleh kaum kafir Mekah. Sampai-sampai beliau dan
keluarganya diboikot, tidak boleh berjual beli, bicara, kawin dan berbicara
selama tiga tahun lamanya. Tapi akhirnya tiba juga kelapangan dan jalan
keluarnya. Hal ini seakan menyatakan bahwa kelapangan dada, keringanan beban
yang dirasakan dan keharuman nama Nabi Saw karena sebelumnya beliau telah
mengalami puncak kesulitan. Namun beliau tetap tabah dan optimis. Sehingga
berlaku sunnatullah “Apabila kesulitan telah mencapai puncaknya maka pasti akan
sirna dan disusul dengan kemudahan.”
Namun
semua kemudahan tersebut tidak akan dapat dicapai bila tidak dibarengi dengan
kesungguhan dalam berusaha. Disamping kesungguhan dalam berusaha, juga harus
dibarengi dengan pengharapan (doa) kepada Allah Swt. Sesuai dengan sebuah
ungkapan “Ora et Labora” (berdoa dan berusaha). Sebagaimana firman Allah
:
... ذَلِكُمْ يُوعَظُ بِهِ مَنْ كَانَ
يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ
مَخْرَجًا (2) وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى
اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ
شَيْءٍ قَدْرًا (3)
Artinya :
“....
Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan
hari akhirat. Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan
mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada
disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah
akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang
dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap
sesuatu.” (QS.
At-Thalaq [65] : 2-3)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar