Kamis, 19 Februari 2015

Kandungan Surah Al – Insyirah

          Surat al-Insyirah turun sebelum Nabi Muhammad berhijrah ke Madinah. Al-Insyirah artinya kelapangan dada. Surat ini juga dinamakan dengan  al-Syarh. Ada juga yang menyebutnya surat Alam Nasyrah. Semua nama tersebut merujuk ke ayat pertamanya.
         Surat al-Insyirah adalah surah ke-94, termauk wahyu yang ke-12 yang diterima Nabi Muhammad Saw. Ia turun sesudah surat ad-Duha dan sebelum al-‘Ashr. Ia terdiri dari 8 ayat.
          Menjelang turunnya surah ad-Dhuha, Rasulullah Saw sangat gelisah dan bimbang, karena lama tidak mendapatkan wahyu lagi dari Allah. Sedangkan ketika turunnya surat ini, kegelisahan dan kekhawatiran tersebut telah hilang. Beliau merasakan kelapangan dada dan jiwa yang tenang. Oleh karena itu pada awal surat ini Allah mengingatkan beliau tentang anugerah tersebut.
          Isi kandungan surat ini berkaitan dengan akhir surat sebelumnya, ad-Duha. Yaitu perintah untuk menyampaikan dan menunjukkan nikmat-nikmat Allah kepada Nabi Muhammad Saw. Diantara nikmat itu adalah wahyu yang selama ini telah beliau terima. Dalam surat ini beliau diingatkan agar terus menyampaikan dakwahnya,  walaupun penyampaian itu berat dan mendapat penolakan oleh banyak manusia. Beliau tidak perlu khawatir dan berkecil hati, karena Allah akan selalu bersama beliau.
          Allah tidak akan pernah  meninggalkan nabi-Nya. Buktinya adalah Dia telah melapangkan dada (hati) beliau sehingga mendapatkan ketenangan. Kelapangan dada inilah yang menyebabkan Nabi saw mampu menerima dan menemukan kebenaran, hikmah dan kebijaksanaan. Serta dapat memberikan maaf atas kesalahan dan gangguan dari orang lain.
          Bukti kedua, Allah telah menghilangkan beban berat yang harus beliau pikul. Diantaranya adalah :
a.       wafatnya istri beliau, Khadijah ra. dan paman beliau, Abu Thalib
b.      beban berat saat menerima wahyu
c.       beban psikologis (mental) akibat keadaan umat yang beliau yakini berada dalam jurang kebinasaan, tapi belum tahu jalan keluar yang tepat.
Menghadapi kondisi Nabi Saw yang seperti ini, Allah kemudian menghibur beliau dengan berfirman : “Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu”. Nama beliau disebut dalam dua kalimat syahadat dan adzan. Disamping itu Allah juga memerintahkan kaum muslimin agar bershalawat dan mentaati perintah beliau. Mentaati beliau juga berarti mentaati Allah, sebagaimana firman-Nya :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا (59)
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa [4] : 59)
          Ini semua Allah sebutkan untuk memompa semangat beliau. Allah juga mengingatkan bahwa beliau adalah manusia paling mulia di hadapan-Nya. Sehingga tidak perlu khawatir dan kecil hati. Serta tidak perlu untuk berputus asa, karena setiap kesulitan pasti jalan keluarnya.
          Selanjutnya, Allah tunjukkan bukti kebenaran firman-Nya kepada beliau. yaitu keberhasilan beliau dalam berdakwah di masa-masa awal. Pada awalnya beliau sendirian, ditantang dan dianiaya oleh kaum kafir Mekah. Sampai-sampai beliau dan keluarganya diboikot, tidak boleh berjual beli, bicara, kawin dan berbicara selama tiga tahun lamanya. Tapi akhirnya tiba juga kelapangan dan jalan keluarnya. Hal ini seakan menyatakan bahwa kelapangan dada, keringanan beban yang dirasakan dan keharuman nama Nabi Saw karena sebelumnya beliau telah mengalami puncak kesulitan. Namun beliau tetap tabah dan optimis. Sehingga berlaku sunnatullah “Apabila kesulitan telah mencapai puncaknya maka pasti akan sirna dan disusul dengan kemudahan.”
          Namun semua kemudahan tersebut tidak akan dapat dicapai bila tidak dibarengi dengan kesungguhan dalam berusaha. Disamping kesungguhan dalam berusaha, juga harus dibarengi dengan pengharapan (doa) kepada Allah Swt. Sesuai dengan sebuah ungkapan “Ora et Labora” (berdoa dan berusaha). Sebagaimana firman Allah :
... ذَلِكُمْ يُوعَظُ بِهِ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا (2) وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا (3)
Artinya :                                                              
“.... Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. At-Thalaq [65] : 2-3)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar