a. Sosialisasi primer
Peter L. Berger dan Luckmann mendefinisikan
sosialisasi primer sebagai sosialisasi pertama yang dijalani individu
semasa kecil dengan belajar menjadi anggota masyarakat (keluarga).
Sosialisasi primer berlangsung saat anak berusia 1 - 5 tahun atau saat
anak belum masuk ke sekolah. Anak mulai mengenal anggota keluarga dan
lingkungan keluarga. Secara bertahap dia mulai mampu membedakan dirinya
dengan orang lain di sekitar keluarganya.
Dalam tahap tersebut, peran
orang-orang yang terdekat dengan anak menjadi sangat penting sebab
seorang anak melakukan pola interaksi secara terbatas di dalamnya. Warna
kepribadian anak akan sangat ditentukan oleh wama kepribadian dan
interaksi yang terjadi antara anak dengan anggota keluarga terdekatnya.
Di usia dini seperti ini, otak anak berkembang sangat pesat dan menyerap
segala hal (dari kegiatan fisik sampai keterampilan sosial dan
emosional) dengan sangat cepat pula. Dengan demikian, sosialisasi primer
mengacu bukan saja pada masa awal anak mulai menjalani sosialisasi,
tetapi lebih dari itu. Alasannya, apa pun yang diserap anak di masa
tersebut akan menjadi ciri mendasar kepribadian anak setelah dewasa.
b. Sosialisasi sekunder
Sosialisasi
sekunder adalah suatu proses sosialisasi lanjutan setelah sosialisasi
primer yang memperkenalkan individu ke dalam kelompok tertentu dalam
masyarakat. Bentuknya dapat berupa resosialisasi dan desosialisasi.
Dalam proses resosialisasi, seseorang diberi suatu identitas diri yang
baru. Sedangkan dalam proses desosialisasi, seseorang mengalami
`pencabutan' identitas diri yang lama.
Menurut Goffman, kedua proses
tersebut berlangsung dalam institusi total, yaitu tempat tinggal dan
tempat bekerja. Dalam kedua institusi tersebut, terdapat sejumlah
individu dalam situasi yang sama, terpisah dari masyarakat luas-dalam
jangka waktu tertentu, bersama-sama menjalani hidup yang terkungkung,
dan diatur secara formal. Dengan berada pada lingkungan yang tertutup
dalam jangka waktu tertentu, intensitas sosialitasnya akan lebih tinggi.
c. Sosialisasi represi
Sosialisasi
dengan cara represi ini menekankan pada penggunaan hukuman (punishment)
terhadap kesalahan yang dilakukan oleh individu. Ciri-ciri lain dari
sosialisasi ini adalah penekanan pada penggunaan materi dalam hukuman
dan imbalan; kepatuhan anak terhadap orang tua; komunikasi yang bersifat
satu arah, nonverbal, dan berisi perintah; titik berat sosialisasi pada
keinginan orang tua; dan peranan keluarga sebagai significant other.
d. Sosialisasi partisipasi
Sosialisasi
dengan cara partisipasi (participatory socialization) merupakan suatu
pola ketika seorang anak diberikan imbalan (reward) jika berperilaku
baik dan hukuman (punishment) jika berperilaku sebaliknya. Hukuman dan
imbalan ini lebih bersifat simbolis. Penekanan diletakkan pada
interaksi, komunikasi bersifat lisan, dan anak menjadi pusat
sosialisasi. Kebutuhan anak dianggap penting, dan keluarga menjadi
generalized other.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar